Sabtu, 09 Januari 2010

Beringin Ilmu Kelautan


Saya gak tw pasti umur Beringin ini. Tapi menurut cerita, beringin ini masih muda jika dibandingkan dgn Program Studi Ilmu Kelautan yang berdiri sejak 21 tahun silam. Tapi walaupun beringin ini masih muda, tapi ia benar-benar merasakan setiap hal yang terjadi dgn Ilmu Kelautan. Suka, duka, susah, senang, tawa serta tiap tetesan air mata yang diteteskan oleh Ilmu Kelautan telah ia rasakan. Ketika pohon-pohon (Program Studi) yang lain merasakan hijaunya daun, tetapi Beringin IlmuKelautan tetap merasakan setiap pilu dan gugurnya satu persatu daun yang hijau diganti dengan daun kuning yang kian lama kian membusuk. Saya bingung dan terpana ketika melihat Beringin IlmuKelautan ini, saya pun merasakan setiap rintihan yang ia keluarkan ketika kami menjadi anak tiri di kampus sendiri. Satu persatu hak kami diambil alih oleh Si Tangan Besi, yang seolah-olah buta dan tak memiliki hati seorang manusia.

Mulai dari Bus kesayangan kami yang sering dijuluki “Kura-kura Biru”, saat ini sudah bukan milik Ilmu Kelautan lagi. Laboratorium kami yang tercinta, yang menjadi persinggahan menuju Pulau yang sangat indah di depannya, sudah bukan milik kami pula. Entah apalagi yang akan dia ambil dari kami, kami pun tak tahu. Tapi kami masih memiliki hati seorang Ksatria yang tak `kan pernah putus asa dan berhenti sampai disini saja, kami masih akan terus berjuang sampai titik darah kami yang terakhir demi kemajuan dan kejayaan Ilmu Kelautan. Mungkin saat ini kami masih terus dipermalukan oleh mereka, tapi suatu saat kami yakin bahwa kami akan berdiri dengan kokoh di atas kaki kami sendiri dan membuat mereka merasa malu dengan keadaan mereka sendiri.


L A U T

Perkasa dengan gelombangnya

Berkenalan dengan arusnya

Bergema dengan deburnya

Tentram di dasar palungnya

Jangan bikin laut hitam

Jangan bikin laut merah

Jangan bikin laut marah

Laut yang menghempaskan

Laut yang mendesah

Laut yang menggerung

Jangan dicemari si Tangan Besi.....

Kamis, 07 Januari 2010

Kelautan Bukan Perikanan

Bukan sekedar masalah semantik. Urusan kelautan memang bukan hanya masalah ikan dan ekosistemnya. Meskipun perikanan adalah salah satu sumber ekonomi yang sudah terbukti ampuh dan berkontribusi besar bagi Indonesia, tidak berarti pembangunan kelautan harus identik dengan perikanan saja. Visi ini cukup disadari sebenarnya. Makanya ada kata ‘dan’ yang benderang pada institusi Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP) Indonesia.

Sayangnya, praktek pembangunan kelautan Indonesia selama ini masih jauh dari optimal dan mengerdilkan pembangunan kelautan dalam perspektif yang lebih luas. Dari lima direktoral jenderal (ditjen) teknis yang berada di DKP, empat diantaranya didominasi oleh urusan ikan misalnya Ditjen Perikanan Budidaya (PB), Ditjen Perikanan Tangkap (PT), Ditjen Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan (P2HP) serta Pengawasan Sumberdaya Kelautan dan Perikanan (PSDKP). Bahkan kegiatan Badan Riset Kelautan dan Perikanan (BRKP) yang setingkat Ditjen di DKP, juga masih didominasi oleh persoalan perikanan. Sementara hanya ada satu ditjen yang berperan sebagai ditjen ‘dan lain-lain’, yaitu Kelautan, Pesisir dan Pulau-pulau Kecil (KP3K) yang mencoba mengurusi semua hal mulai Iklim, bencana, kemiskinan, pulau-pulau perbatasan, tata ruang, konservasi dan berbagai isu besar lainnya.

Format kelembagaan seperti ini berimplikasi signifikan pada fokus rekrutmen staf, kebijakan, riset, prioritas maupun program-program yang dikembangkan oleh DKP. Akibatnya, pembangunan kelautan berjalan amat lambat dan justru bingung ketika harus merespon isu non-perikanan yang semakin mengancam. Dan tidak heran pula, banyak sekali bengkalai di bidang-bidang yang tidak terkait langsung dengan perikanan ini.

Demikian pula dengan perguruan tinggi yang mengembangkan kelautan maupun perikanan. Kurikulum yang diadopsi untuk mengembangkan ‘kelautan’ sejak akhir tahun 80-an masih dominan berbau ikan. Akibatnya, skill luaran perguruan tinggi perikanan maupun kelautan selama dua dekade ini hampir tidak berbeda nyata.

Patron pikir ‘hanya perikanan’ ini sebenarnya banyak ditentukan oleh dominasi pakar dan praktisi pertanian dan perikanan yang aktif dalam membangun fondasi dan memformulasi kata pembangunan kelautan Indonesia. Ini tentu saja harus diapresiasi. Sementara kontribusi praktisi dan pakar berlatar belakang teknik tidak signifikan. Seiring dengan perkembangan isu kelautan yang ada, mereka baru muncul dan berkiprah dalam beberapa tahun terakhir. Itupun tanpa dibarengi konsep dan arah yang jelas. Sehingga perannya masih sekedar pelengkap, dan belum mampu membangun portofolio yang jelas.

Tantangan kompleks

Indonesia menghadapi tantangan pembangunan kelautan yang amat serius dan kompleks. Tahun 2030, sekitar 2000 pulau-pulau kecil Indonesia diperkirakan akan tenggelam akibat kenaikan muka air laut. Belum ada resep jitu yang dikembangkan mengantisipasi ini, baik terkait manusia, ekosistem maupun dampak lainnya. Hingga saat ini Indonesia juga belum berhasil merampungkan kesepakatan garis perbatasan wilayah Indonesia dengan 10 negara tetangga. Padahal, batas negara ini amat erat kaitannya dengan kedaulatan negara. Disamping itu, kawasan pesisir dan kepulauan masih menjadi kantong-kantong kemiskinan di negara ini. Pemenuhan fasilitas, layanan masyarakat maupun infrastruktur jauh dari memadai, sehingga SDM di wilayah ini menjadi tertinggal.

Indonesia juga berada di wilayah ‘Pacific Ring of Fire’, yaitu pertemuan tiga lempeng besar aktif yang membuat Indonesia rawan terhadap gempa dan bencana. Pola antisipasi maupun penanganan bencana pesisir belum menemukan format yang tepat. Di sisi lain, indikasi penangkapan ikan berlebih (overfishing) makin nyata di berbagai lokasi utama penangkapan ikan di Indonesia. Ironisnya, ribuan kapal asing illegal setiap tahun masih berkeliaran dan mencuri ikan di wilayah perairan Indonesia. Praktek pemboman, pembiusan dan trawl ikan (destructive fishing practices) masih terus marak dan menggerus sumberdaya perikanan Indonesia yang makin menipis.

Untuk itu, dikotomi kelautan dan perikanan tidak relevan lagi. Harmonisasi disiplin berbasis pertanian dan teknik justru perlu segera dikonsolidasikan.

Terobosan Kelautan

Tidak mungkin menolak takdir sebagai negara kepulauan terbesar di dunia. Potensi kelautan yang ada perlu dimanfaatkan secara optimal. Tantangan yang begitu besar harus mampu diantisipasi. Untuk itu, pembangunan kelautan tidak bisa dipasung hanya di bidang perikanan saja. Disini, DKP memegang peranan kunci yang mampu mengilhami praktisi kelautan dan perikanan lain untuk mengikuti trend dan evolusi yang dikembangkan. Pola antisipasi ‘ala-kadarnya’ yang dilakukan untuk merespon bidang selain perikanan harus segera diubah drastis, dengan setidaknya tiga terobosan penting.

Pertama, menyeimbangkan porsi perhatian dan program pembangunan kelautan maupun perikanan melalui strukturisasi kelembagaan DKP. Ditjen Kelautan, Pesisir, dan Pulau-pulau Kecil (KP3K) yang selama ini dimandatkan menjadi ditjen ‘super’ namun dengan sumberdaya terbatas perlu dikapitalisasi. Tugas dan fungsi yang begitu besar perlu menjadi sebuah kluster yang minimal terdiri atas dua ditjen, sehingga lebih fokus dan realistis. Sementara ditjen-ditjen yang mengurusi bidang perikanan dapat dirasionalisasi dan diintegrasikan secara efektif.

Kedua, melakukan reposisi peran DKP dalam mengantisipasi berbagai isu terkait kelautan dan menetapkan prioritas yang realistis. Tingkat keterlibatan DKP di setiap isu berbeda, namun harus tetap dilakukan secara optimal. Ini berarti DKP perlu membuka diri dan mampu bersinergi dan berkonsolidasi dengan departemen dan institusi terkait lainnya. Benturan-benturan wilayah kerja dan otoritas kementerian dengan institusi lain perlu segera dikonsolidasi. Kesan departemen ‘junior’ yang menyebabkan DKP sering ‘kalah’ dalam negosiasi, perlu ditepis. Upaya reposisi peran DKP ini membutuhkan kompetensi dan kemampuan fasilitasi serta mengarusutamakan (mainstreaming) isu kelautan, sehingga menjadi domain bersama. Bukan isu yang terisolasi atau ekslusif.

Ketiga, memformulasi cetak biru dan orientasi pembangunan kelautan yang lebih proporsional dan strategis mengantisipasi isu perikanan dan kelautan. Adanya kejelasan arah ini mengurangi kebingungan yang terjadi di DKP dan meningkatkan efektifitas program yang dikembangkan. Selama ini, kekaburan orientasi membuat DKP ‘terjebak’ pada pragmatisme. Program-program yang dikembangkan seringkali seremonial, tumpang tindih, tidak berkelanjutan, dan tidak punya basis yang kuat. Ketiadaan orientasi yang benderang membuat DKP sering terlambat bereaksi untuk isu yang seharusnya menjadi domainnya, dan juga seringkali berbenturan dengan yang lainnya.

Tentu saja, dibutuhkan keberanian melakukan terobosan untuk melanjutkan evolusi pembangunan kelautan dan perikanan untuk menjadi negara maritim yang kuat. Paradigma pembangunan Indonesia yang berbasis daratan selama puluhan tahun, membuat pembangunan kelautan sulit dilakukan secara drastis. Perspektif dan praktek yang mengidentikkan pembangunan kelautan hanya sekedar perikanan plus selama puluhan tahun, juga membuat DKP seperti mengenakan topi yang kebesaran.

http://sosbud. kompasiana. com/2010/ 01/02/kelautan- bukan-perikanan/

Sabtu, 02 Januari 2010

PEMENANG

Raih kemenangan sebelum pertarungan dimulai!
Janganlah takut, sebab Aku menyertai engkau, janganlah bimbang, sebab Aku ini Allahmu; Aku akan meneguhkan, bahkan akan menolong engkau; Aku akan memegang engkau dengan tangan kanan-Ku yang membawa kemenangan" (Yesaya 41:10).


Hidup adalah sebuah pilihan. Dan setiap orang harus memilih bagaimana cara dia menghadapi kehidupannya. Dari setiap pilihan yang dibuat akan nampak siapa anda sebenarnya! Daud adalah seorang pemenang. Bukan karena dia berhasil mengalahkan Goliat. Tetapi kemenangan itu sudah diraihnya ketika dia percaya bahwa dia akan menang sebelum pertarungan dimulai. Sebaliknya para pengintai Kanaan telah menjadi pecundang saat mereka mengatakan "kami hanya seperti belalang" Berarti semua tergantung pilihan anda. So.. jangan salah memilih!!!

Kehidupan yang dijalani setiap orang memang adalah sebuah pilihan. Ketika manusia memilih untuk menghadapinya dengan keberanian untuk menaklukkannya maka kehidupan akan menjadi sebuah tantangan yang selalu siap untuk dihadapi.

Namun jika kelemahan dan keraguan menjadi pilihan hidupnya maka masalah akan menjadi sebuah tantangan yang mengharuskan dirinya untuk berlari, menghindar dan mencari jalan aman untuk dirinya sendiri

Apa pilihanmu hari ini? Pilihlah untuk menjadi pemenang pada hari ini sebelum masalah itu datang. Dari pada hidup dalam keraguan dan menjadi terkejut dengan masalah yang tiba-tiba saja ada, dan membuatmu memilih untuk berlari mencari jalan aman untuk terhindar dari masalah itu.

Mengapa harus menghindar dari masalah? Adakah kehidupan yang luput dari masalah? Bukankah tidak satupun sisi kehidupan yang terbebas dari masalah? Bahkan Yesus pun tidak pernah berjanji bahwa setiap orang yang mengikuti-Nya, bahkan yang taat sekalipun akan terbebas dari masalah. Tetapi yang Dia janjikan adalah "janganlah takut, sebab Aku menyertai engkau, janganlah bimbang, sebab Aku ini Allahmu; Aku akan meneguhkan, bahkan akan menolong engkau; Aku akan memegang engkau dengan tangan kanan-Ku yang membawa kemenangan" (Yesaya 41:10).

Ayo tentukan pilihanmu dalam menghadapi hidup dengan keyakinan bahwa engkau adalah pemenang dalam segala perkara. Daripada memilih untuk menjadi pencundang yang terus menerus merasa aman dengan menghindari masalah tanpa pernah menghadapinya, untuk dapat keluar sebagai pemenang!

Jumat, 01 Januari 2010

Saat kau MENYUKAI seseorang,kau ingin memilikinya untuk keegoisanmu sendiri.
Saat kau MENYAYANGI seseorang, kau ingin sekali membuatnya bahagia dan bukan untuk dirimu sendiri.
Saat kau MENCINTAI seseorang, kau akan melakukan apapun untuk kebahagiaannya walaupun kau harus mengorbankan jiwamu.

Saat kau MENYUKAI seseorang dan berada di sisinya maka kau akan bertanya,”Bolehkah aku menciummu?”
Saat kau MENYAYANGI seseorang dan berada di sisinya maka kau akan bertanya,”Bolehkah aku memelukmu?”
Saat kau MENCINTAI seseorang dan berada di sisinya maka kau akan menggenggam erat tangannya…

SUKA adalah saat ia menangis, kau akan berkata “Sudahlah, jangan menangis.”
SAYANG adalah saat ia menangis dan kau akan menangis bersamanya.
CINTA adalah saat ia menangis dan kau akan membiarkannya menangis dipundakmu sambil berkata, “Mari kita selesaikan masalah ini bersama-sama.”

SUKA adalah saat kau melihatnya kau akan berkata, “Ia sangat cantik dan menawan.”
SAYANG adalah saat kau melihatnya kau akan melihatnya dari hatimu dan bukan matamu.
CINTA adalah saat kau melihatnya kau akan berkata, “Buatku dia adalah anugerah terindah yang pernah Tuhan berikan padaku..”

Pada saat orang yang kau SUKA menyakitimu, maka kau akan marah dan tak mau lagi bicara padanya.
Pada saat orang yang kau SAYANG menyakitimu, engkau akan menangis untuknya.
Pada saat orang yang kau CINTAI menyakitimu, kau akan berkata,”Tak apa dia hanya tak tahu apa yang dia lakukan.”

Pada saat kau SUKA padanya, kau akan MEMAKSANYA untuk menyukaimu.
Pada saat kau SAYANG padanya, kau akan MEMBIARKANNYA MEMILIH.
Pada saat kau CINTA padanya, kau akan selalu MENANTINYA dengan setia dan tulus…

SUKA adalah kau akan menemaninya bila itu menguntungkan.
SAYANG adalah kau akan menemaninya di saat dia membutuhkan.
CINTA adalah kau akan menemaninya di saat bagaimanapun keadaannya.

SUKA adalah hal yang menuntut.
SAYANG adalah hal memberi dan menerima.
CINTA adalah hal yang memberi dengan rela.